Syekh Said Ramadhan Al-Buthi adalah tokoh utama kelas dunia
dari kalangan Sunni atau Ahlussunnah wal Jama’ah. Beliau tidak hanya dikenal
sebagai seorang sufi, namun juga ahli syariat sekaligus ahli hakikat, dan
argumentator Sunni terhadap serangan-serangan non-Sunni. Ini diakui baik di
Suriah maupun di dunia Muslim lainnya.
Salah satu dari kehebatan Syekh Buthi adalah kemampuannya
berargumentasi terhadap serangan-serangan kelompok takfiriyah yang suka
mengkafirkan kelompok Asy’ari (Sunni), juga suka mengkafirkan amalan-amalan
fadhilah dan lain sebagainya. Syekh Buthi ini paling gigih dan paling jitu
untuk melawan mereka.
Ada dua karya Syekh Buthi yang membuat “gerah” kelompok
Wahabi dan Salafi yang ada di Suriah dan di dunia muslim pada umumnya. Pertama
bukunya yang berjudul al-La Mazhabiyyah: Akhtoru Bid'atin Tuhaddidus Syariah
Islamiyyah, yang artinya bahwa pemikiran non madzhab adalah bid’ah baru yang
dapat merusak pemikiran syari'ah. Ringkasnya, buku itu menjelaskan bahwa orang
memahami Islam itu harus dengan pola berfikir. Nah pola berfikir itu dengan
metodologi ijtihad yang tidak bisa hanya diserahkan orang-perorang yang tidak
memenuhi syarat untuk itu. Menurut Syekh Buthi, bagi mereka yang melakukan itu
samalah artinya dia merusak Islam karena dia akan memelencengkan makna yang
sesungguhnya dari Islam itu sendiri. Buku ini sangat terkenal dan jitu sekali
untuk melawan Wahabiyah dan kelompok takfiriyah tadi.
Kedua, buku Syekh Buthi yang berisi uraian tentang Salafi
yakni As-Salafiyyah. Bahwa menurutnya, Salafi ini bukan madzab tapi suasana
keagamaan pada zaman as-salafus salih. Jadi Salafi bukan merupakan pola
pemikiran tapi fakta kehidupan darus salam itu yang damai.
Dua buku itu betul-betul membikin kelompok Wahabi dan Salafi
kelabakan, sehingga sudah lama sebenarnya ada pertentangan sektarian antara
Wahabi-Salafi dengan Syekh Buthi.
Penasihat Presiden
Bersamaan dengan itu Syekh Buthi menjadi penasihat Presiden.
Dalam keadaan normal ia memberikan nasihat di bidang agama. Namun karena adanya
konflik yang membelah pemerintah dan masyarakat pemberontak, dalam hal ini juga
dikompori oleh luar negeri, maka terjadi kolaborasi antara faktor agama dan
konflik politik.
Sementara itu di pemerintahan sendiri banyak unsur Syiah
Alawiyahnya yang tidak disukai oleh jamaah-jamaah takfiriyah yang dimotori oleh
Slafi-Wahabi, meskipun Syekh Buthi sendiri bukan orang Syiah. Syekh Buthi
sendiri sebenarnya berada di pemerintahan dengan maksud ingin mencari
keseimbangan antara Sunni dengan Syiah Alawiyah itu.
Konflik Suriah memang terus berlanjut. Faktor yang lebih
dominan sebenarnya adalah politik. Pertama sebenarnya karena Israel itu ingin
menghancurkan Suriah karena dia negara yang paling depan berhadapan dengan
mereka. Di sana dihuni kekuatan-kekuatan militan yang melawan Israel. Seperti
kekuatan Syiah yang dikendalikan oleh Iran, lalu kekuatan Hamas yang
dikendalikan oleh Khalid Massal dan beberapa kekuatan Syiah sebagai bagian dari
Hezbollah yang dipimpin oleh Hasan Nasrollah. Tiga kekuatan ini yang membuat
Suriah menjadi musuh utama Israel ditambah bahwa pemerintahan Basyar sendiri cenderung
ke Syiah Alawiyah.
Karena faktor politik ini, tentu sebagaimana juga penyerangan
terhadap negara Islam yang lain pasti Amerika ikut campur. Dan dapat diduga
bahwa dia pasti membantu pemberontak, pertama karena tidak suka dengan
pemerintahan, kedua Salafi-Wahabi itu selalu pro Saudi-Amerika, termasuk di
dalamnya jamaah takfiriyah.
Sementara negara-negara yang ‘sudah direformasi” seperti
Mesir, Libya dan sebagainya yang diam-diam berpihak kepada Amerika, dan di sini
mereka berpihak pada pemberontak. Nah karena itu maka Iran menyeret Cina dan
Rusia untuk masuk dalam pertempuran ini karena faktor perlawanan terhadap
Amerika, sebenarnya bukan karena faktor agama, namun untuk menjaga keseimbangan
Barat dan Timur.
Maka terjadilah carut marut politik di Suriah, dan Syekh
Buthi berada pada posisi yang tidak menguntungkan. Karena beliau sebagai orang
Sunni, sebagai penasihat pemerintah itu pun dia harus berhadapan dengan Syiah
Alawi, sementara yang takfiri ini menganggap bahwa Syekh Buthi berpihak pada kedzaliman.
Karena Syekh Buthi itu dianggap sangat besar kekuatannya
terutama dalam Islam maka kemudian beliau diserang dengan cara seperti itu.
Syekh buthi meninggal dalam aksi serangan bunuh diri. Saya kira penyerangan ini
tidak jauh dari kelompok takfiriyah, atau gerakan-gerakan politik yang anti
pemerintah.
Propaganda Negatif
Setelah Syekh Buthi meninggal dengan cara seperti itu,
kelihatannya pihak barat dan dari pihak Salafi-Wahabi ini mengkhawatirkan
dukungan ulama dunia, atau simpati umat dunia terhadap beliau. Maka
direkayasalah terhadap beberapa ulama untuk menjelekkan Syekh Buthi, seperti
Syekh Qaradhawi. Ada statemen beliau yang cenderung memojokkan. Nah itu
sebetulnya adalah bagian dari gerakan politik untuk meredam dukungan dan
simpati kepada Syekh Buthi.
Kita mendengar orang yang menjelekkan Syekh baik di media
cetak maupun elektronik internasional. Padahal di dalam orang Islam orang yang
meninggal itu tidak usah dijelekkan. Ada haditsnya yang nenyebutkan, ‘Udzkuru
ma hasina mautakum’. Nah tapi untuk kepentingan supaya tidak ada reaksi maka
Syekh Buthi dijelekkan. Jadi kita tidak perlu memperbesar kontroversi ini
karena termasuk bagian dari konspirasi orang lain.
Menurut ahlissunnah wal jamaah, orang yang shalih tetaplah
shalih. Bahwa pilihan politik berakibat sesuatu itu kita tidak masuk dalam
penilaian pribadi dan agamanya seperti dulu pada waktu zaman pertentangan
Sayydina Ali dan Sayyidina Utsman. Orang Sunni mengatakan, ‘Apa yang terjadi di
dalam sahabat itu kita diam”, karena itu bukan dari faktor agama tetapi faktor
lain. Sehingga dari kelompok Sunni di dunia lebih senang kalau dia tidak
menghujat Syekh Buthi dan ini lebih kepada masalah politik bukan masalah
sektarianisme agama sekalipun masalah sektarianisme agama ini menjadi sumbu
disebabkan karena permainan global untuk memainkan antara sektor itu.
Hubungan dengan NU
Sewaktu ke Suriah, saya sempat bertemu dengan Syekh Buthi
bersama beberapa kiai, antara lain KH Idris Marzuki, KH Masruri Mughni (alm.),
dan KH Nur Muhammad Iskandar. Beliau sudah memberikan ijazah langsung untuk
menyebarkan semua karyanya.
Salah satu karyanya yang paling terkait dengan NU adalah
Syarah Al-Hiham, karena Al-Hikam sendiri adalah kitab tasawuf andalan yang
dikaji di pesantren. Menurut saya, kelebihan kitab yang ditulis Syekh Buthi
dibanding syarah hikam lainnya, pertama karena beliau memulai Hikam itu dari
syariatnya kemudian masuk hakikat. Jarang ada syarah Hikam seperti itu.
Biasanya hakikatnya itu saja yang disyarahi. Jadi dari syariat beliau
mengungkapkan dalil-dalilnya, baru baru masuk ke hakikat.
Yang kedua Syekh Buthi ini memperlengkapi Hikam ini dengan
dalil-dalil yang muktabar baik Al-Qur’an maupun hadits nabi, karena hikam
sendiri didalamnya tidak ada dalil hanya menyinggung sedikit tentang ayat, tapi
belum proporsional pada setiap qoul ada dalilnya.
Di NU memang Sykeh Buthi ini kalah populer dibanding dengan
misalnya Syekh Wahbah Zuhaili dan Qaradhawi. Itu karena masalah silaturrahim
saja, karena beliau sudah sepuh. Syekh Wahbah masih sering datang ke Indonesia,
sementara Syekh Buthi hanya diwakilkan kepada putranya, Dr Taufik.
Kedua, kitab-kitab Syekh Buthi bukan kategori fikih praktis,
meskipun banyak sekali yang terkait dengan fikih dan ushul fikih, tapi beliau
lebih dikenal dengan ulama sufi dan argumentator Sunni. Namun mestinya para
ulama itu tidak bisa secara simpel dipetakan sebagai ahli fikih atau tasawuf.
Seperti imam Syafi’i adalah ahli fikih padahal beliau sangat sufi. Imam Hanafi
adalah ahli ra’yi tapi beliau juga sangat sufi. Jadi kita lebih sering melihat
pada disiplin ilmu apa yang menonjol. Namun, "apa yang ada di gudang itu
kan tidak semua terlihat di etalase."
Salah satu pemikiran Sykeh Buthi yang menurut saya perlu
dikembangakan adalah komprehensi antar disiplin-disiplin pecahan ilmu agama,
misalnya konprehensi antara fikih dengan tafsir, tasawuf dengan ilmu kalam. Ini
dilakukan supaya integral. Saya bisa mengatakan bahwa syekh buti ini bisa
disebut Imam Ghazali kedua baik di dalam mengutarakan argumentasi maupun
mengutuhkan kembali ilmu-ilmu Islam itu yang selama ini pecah: fikih jauh dari
tarekat, tarekat jauh dari ilmu kalam, teknologi jauh dari tauhid, dan
seterusnya. Ini tidak benar.
Nah pecahan pecahan ilmu agama itu disatukan lagi oleh Syekh
Buthi dalam ceramah-ceramah dan pengajian. Keistemewaan lain Syekh Buthi adalah
ceramahnya yang sistematik dan terukur, serta bisa langsung ditranskrip dan
dicetak tanpa editing. Maka karya-karya beliau tercatat cukup banyak dan
sebagian besar sudah sampai ke berbagai pesantren di Indonesia.
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar