Selasa, 13 November 2012

Kontekstualisasi Teori Maqashid Syari'ah di Era Modern



Tuhan dalam menciptakan alam semesta beserta isinya, termasuk manusia, pasti memiliki tujuan tertentu. Tujuan itu harus selalu manusia baca agar segala gerak-geriknya selalu sejalan dengan tujuan Tuhan. Untuk membaca tujuan-tujuan tersebut tentu memerlukan piranti canggih yang dengannya tujuan-tujuan Tuhan akan tersingkap. Dan piranti canggih tersebut tak lain adalah teori Maqâshid al-Syari’ah.

Yang penulis maksud dengan kontekstualisasi di sini adalah upaya pembacaan terhadap berbagai problematika kontemporer melalui kacamata maqâshid al-syarî’ah. Semisal terkait prolematika demokrasi, keadilan sosial, kapitalisme, persatuan dst. Problematika-problematika tersebut, khususnya demokrasi, harus mendapatkan perhatian khusus oleh agama. Sebab, diakui ataupun tidak, masih ada saja umat Islam yang membabi buta menolak demokrasi dengan motif keagamaan, yakni dalih bertentangan dengan Islam. Implikasinya, demokrasi tidak berjalan lancar, bahkan pincang. Sebab, meskipun banyak pembelanya akan tetapi tidak sedikit yang menyerangnya. 

Selasa, 06 November 2012

Mengenal Sosok Bung Karno dan Bung Hatta

Bung Karno


(Menjabat Presiden 1945-1966)
“Aku adalah putra seorang ibu Bali dari kasta Brahmana. Ibuku, Idaju, berasal dari kasta tinggi. Raja terakhir Singaraja adalah paman ibuku. Bapakku dari Jawa. Nama lengkapnya adalah Raden Sukemi Sosrodihardjo. Raden adalah gelar bangsawan yang berarti, Tuan. Bapak adalah keturunan Sultan Kediri. Apakah itu kebetulan atau suatu pertanda bahwa aku dilahirkan dalam kelas yang memerintah, akan tetapi apa pun kelahiranku atau suratan takdir, pengabdian bagi kemerdekaan rakyatku bukan suatu keputusan tiba-tiba. Akulah ahli-warisnya.”

Ungkapan itu adalah ungkapan Bung Karno kepada penulis otobiografinya, Cindy Adam.

Soekarno, yang bernama kecil Koesno, lahir di Blitar, 6 Juni 1901 dari pasangan Raden Soekemi dan Ida Ayu Nyoman Rai. Siapa sangka, 44 tahun kemudian, pria yang akrab disapa Bung Karno itu menjadi pembuka pintu bagi Indonesia meraih kemerdekaannya setelah lebih dari tiga setengah abad ditindas oleh penjajah.

Sejak kecil, Soekarno selalu hidup jauh dari orangtuanya. Saat mengenyam pendidikan di bangku sekolah rakyat, ia kost di Surabaya, tepatnya di di rumah politisi kawakan pendiri Syarikat Islam Haji Oemar Said Tjokroaminoto, sampai tamat HBS (Hoogere Burger School). Dari tokoh inilah, semangat kebangsaannya membara. Maklum saja, di rumah HOS Tjokroaminoto kerap digelar diskusi politik. Pada tahun 1921, Soekarno mempersunting putri bapak kostnya, Siti Oetari.