Memperjuangkan Tanah air, oleh para pahlawan sebelum kemerdekaan dengan penuh pendieritaan yang
bertubi tubi, hingga terciptanya Indonesia merdeka melalui deklarasi, sejak
tahun 1945 silam, berkat tumpah darah, jerih payah perjuangan sang pahlawan
yang tiada terkira. Akan tetapi sekarang hanya menjadi kenangan, yang tidak
terurai rapi di benak para penguasa bangsa, di jadikan masa lalu yang tidak ada
'Ibrah untuk aplikasi dalam kehidupan bernegara.
Lihatlah keindahan flora fauna, yang terpajang di sudut sudut
indonesia yang elok indah di rasa dan kita renungkan, sebagai ciptaan Tuhan
yang perlu kita lestarikan. Seakan telah menuju sirna karena ulah mereka yang
tidak mensyukuri, dan tertutupi tingkah laku para penguasa bangsa yang
memalukan, sehinga pikiran tidak bisa mencerna lagi dengan baik untuk Tadabur
atau merenungkan keindahan yang tertata rapi untuk melengkapi kehidupan
manusia.
Alangkah Lucunya
Bagaimana tidak, ketika kita flashback sejarah silam para
pahlawan, dengan perjuangannya. Sekarang sudah tidak ada harganya ketika
melihat para penguasa yang bertingkah seperti anak kecil, yang tidak menghargai
para perjuangan mereka. Korupsi sana sini, carut marutnya kepemimpinan,
sehingga bukan wibawa lagi melanikan memalukan. Kemudian banyaknya asumsi sudah
tidak adanya kepercayaan kembali terhadap kepemimpinan negara saat ini. Karena
dengan berbagai kasus, terhidang di publik sehingga mudah masyarakat untuk
mengeyam, bagaimana buruknya. Mulai, carut marutnya kepemimpinan, korupsi,
keadilan yang berpihak, dll hingga melengkapi kebobrokan negeri. Seakan itu
semuanya tidak ada sikap balas budi dan penghargaan terhadap para pahlawan kita
terdahulu, yang kita hanya tinggal meneruskan. Tidak eloknya tiap tahun dan
hapir setiap even kenegaraan semisal upacara bendera, memperingati 17san,
sumpah pemuda, di laksanakan. Yang itu hanya bersifat simbolis semata, iya
memang di setiap acara itu tidak jarang untuk meneladani sosok pahlawan, dan
itu juga hanya sifatnya menghimbau, itulah bagi mereka yang bukan menggali
substansialnya, setelah selesai ya selesai, hitung hitung ikut partisipan dalam
acara, akan tetapi bukan berarti even even seperti di atas tidak baik.
# Hukum Carut Marut
Banyak sekali kelucuan di negeri ini, sebut saja soal hukum yang
berpihak pada orang yang berduit, hukum yang berat sebelah alias tidak adil,
lebih ringan dan carut marutnya dalam penegakan hukum. Sudah tidak asing lagi,
ketika orang yang berduit itu menang dapat membeli apa yang di inginkan,
semisal Gayus Tamabunan narapidana yang dapat keluar seenak hatinya kesana
kemari bahkan luar negeri Singapura, Macau, Kuala Lumpur, menabjubkan memang. Yang
terkenal dengan weak dan kaca mata, dia
beraksi untuk mengelabuhi mungsuh mungsuhnya. Seorang mafia pajak dengan kumis lelenya
cengar cengir makan duit rakyat, seakan
tidak punya beban dosa. Berapa banyak duit yang dia ambil, untuk menyup,
keliling luar negeri sebagai obat penat di lapas. Tapi, seberapa berat hukuman
yang dia dapat, contoh lain Artalyta Suryani, yang terkenal dengan istana dalam
rutan, yang baru baru ini, kasus
Nazaruddin dengan kasus korupsi wisma atlit, yang kurang adanya transparansi
dalam penegakan hukumnya. Dan masih banyak lagi, sebagai bukti hukum yang tidak
dapat berdiri tegak tanpa memihak, siapapun orang itu, yang tidak memperdulikan
jabatan, hitam puitihnya orang.
Coba kita bandingkan dengan kasus kasus cepere yang menimpa
masyarakat kecil, hukum itu akan berlaku cepat, dan hukuman tak seringan
hukumannya orang berjabat. Semisal kasus pencurian, seorang nenek tua bernama
Minah berasal dari Banyu Mas Jawa Tengah, yang ketika melakukan aksinya pencurian
3 buah kakau, hanya kasus cepere di bandingkan kasus kasus kakap seperti di
atas. Yang karena ulahnya nenek itu di ganjar vonis 1 bulan 15 hari. Dan juga
kisah dua orang anak berasal dari Tasikmalaya Jawa Barat, yang masih duduk di
bangku Sekolah Menenganh Pertama SMP, dengan tuduhan pencurian dua anak ayam. Karena ulahnya kedua anak itu, di minta ganti
rugi senilai 18 juta rupiah untuk mengganti 2 ekor ayam, yang kata si pemilik
ayam mati karena terinjaknya. Karena kedua orang tuanya hanya buruh srabutan,
maka tidak mampu membayarnya. Kemudian si pemilik ayam melaporkan ke pihak
berwajib, kemudian kedua anak itu sempat di tahan 2 hari, kemudian hari
keduanya menjalani sidang pertama secara tertutup, dan mereka di tuntut pasal
363 tentang pencurian dengan ancaman hukuman 7 tahun penjara. Sungguh ironis memang, dimana hukum tidak
berjalan dengan baik, tidak dapat berdiri tegak tanpa membedakan latar belakang
dan jabatan.
# Lupa Daratan
Di tengah tengah gedung yang bercokol angkuh, terdapat gubuk reot
milik masyarakat misikin, terombang ambing ingin runtuh tersapu angin, bocor
sana sini ketika hujan turun. Harta yang berlimpah, kehidupan yang berlimpah
ruah para petinggi bangsa sedangkan banyak orang miskin mengais sampah untuk
memenuhi kebutuhan setiap harinya, dan belum tahu nasib untuk hari esok, ironis
memang.
Lihat saja ketika perencanaan terhadap pembangunan gedung DPR yang
di perkirakan menelan dana hingga Rp 1,138 triliun. Betapa angkuhnya jika itu benar
benar terlaksana, di tengah banyaknya masyarakat yang hidup tidak layak.
Tinggal di gubug beratapkan jerami, beralaskan tanah, yang bingung ketika hujan
melanda, karena pasti bocor. Keluarga yang hidup di kolong jembatan, kedinginan
ketika malam datang, tidur di iringi suara gemuruh jembatan, dan belum tentu
nyenyak. Masih banyaknya pengemis, orang kesulitan untuk menggapai pendidikan,
sedangkan mau pergi ke sekolah harus menempuh jarak berkilo kilo meter, dan
setelah sampai ke sekolahpun fasilitas kurang memadahi, bahkan ada sekolah yang
hampir roboh, genting bocor, sapai sudah tidak layak pakai, hingga mendirikan
tenda untuk meneruskan kegiatan belajar. Seandainya dana bertreliun itu di
alokasian untuk membangun gedung sekolah, rumah untuk warga tidak mampu, sudah
berapa ribu bangunan yang bisa terbangun dan itu lebih bermanfaat. Apakah
pantas itu semua di lakukan, lagi lagi dengan adanya renovasi rumah anggota
DPR, dengan segala fasilitasnya, entah itu prabot mewah, hingga kendaraan yang
mewah pula, adilkah semua ini.
Padahal telah banyak muncul dari berbagai kritikan, entah itu
dengan media music, program program televisi, hingga demo turun langsung ke
jalan. Masih saja para petinggi itu bersikap tak acuh, seakan tuli dan buta. Tidak mendengar aspirasi
rakyat, tidak melihat apa yang benar benar dialami masyarakat, tidak merasakan
dengan hati nurani. Disamping perlakuannya sering mendapat kritikan seperti
halnya ketika mau mengadakan pembangunan gedung yang menelan biaya berlebihan,
juga berlandaskan kinerja para anggota dewan yang mengecewakan. Kinerja yang
minim, sering mbolos, tidak hadir di gedung DPR, kalaupun hadir, ada yang hanya
pindah ruang tidur. Petinggi lupa daratan, ketika kepemimpinan sudah di raih,
kampanye yang berpua janji hanya sekedar bualan. Yang hanya pandai bicara dan
cincingkan lengan baju, tapi bukan mengulurkan tangan dan melangkahkan kaki
dengan tindakan yang kongkrit. Ya semoga Tuhan masih cinta kepada Indonesia,
supaya menjadi Indonesia yang benar benar bersih dan merdeka, semoga.
setuju banget mas sama artikel kali ini :)
BalasHapushehe sip.. pi brti ctatan2 yg laenx g stuju donk :)
BalasHapus