Kamis, 22 Desember 2011

Bersama Kami Bisa


Disaat  banyak  orang   mulai  ragu dengan nilai  kebersamaan,  Kick  Andy   Hope  menemukan  dua komunitas   yang   sangat  inspiratif.  Masing-masing   komunitas  bekerja sama  untuk menghadapi  masalah   yang  diakibatkan alam dan  lingkungan   sekitar.
Kisah pertama datang  dari   Kampung  Deles, Desa Sidorejo,  Kemalang, Klaten Jawa tengah.  Sebuah  kampung   yang  hanya  berjarak 4,5 km dari  kaki Gunung Merapi. Tentu saja, ancaman  Gunung Merapi   selalu menghantui  mereka. Tapi  secara bersama-sama mereka membentengi   diri  untuk tidak  menjadi korban  dan berusaha   untuk  bersahabat  dengan alam.

Sejak tahun 1999, di  Deles   sudah ada  radio komunitas  yang  diberi nama  Radio Komunitas  lintas merapi.  Dan radio   yang  dibuat  oleh   warga  bernama  Sukiman itu, telah menjadi  satu perekat   antar  warga di sana. Dari  radio inilah warga bertukar  informasi , terutama soal  kondisi   Gunung  yang masih aktif  itu. Radio ini  menjadi pusat informasi dan disaat merapi mulai menunjukan tanda-tanda aktif. Komando  untuk evakuasi dan lain-lain datang dari Sukiman dan radionya ini.
Untuk mendapatkan informasi yang akurat tentang  kondisi merapi, Sukiman dan 26 relawan memantau langsung dengan menaiki puncak  Gunung Merapi. Dan informasi tersebut disebarkan selain melalui radio juga  dengan website dan akun sosial. Maksimal dalam   dua bulan  sekali Sukiman mendaki  Merapi untuk memantau.

Tiket


Ketika saya dan tim Kick Andy HOPE sedang berada di Metro Lampung untuk rekaman, tiba-tiba seorang ibu – sambil menggendong bocah perempuan – menangis histeris. Airmatanya bercucuran. Tidak peduli kami sedang rekaman, dia berteriak-teriak dan berusaha mendekat.
Sejenak saya tertegun. Begitu juga tim Kick Andy dan semua yang berada di lokasi.  Kami tidak mengerti apa yang terjadi. Sementara sang ibu terus menangis histeris.
Didorong rasa ingin tahu, saya mendekati sang ibu. Tapi tanpa peduli pada kami, perempuan berusia sekitar 50 tahun itu berlari dan memeluk Yon Haryono, narasumber yang sedang saya wawancarai.
“Mengapa ibu menangis?” Tanya saya. Sambil sesenggukan, dengan nafas tersengal, dia mengaku keluarganya sangat berterima kasih pada Yon Haryono. “Anak saya bisa seperti sekarang ini karena Pak Yon,” ujarnya terbata-bata.
Setelah itu barulah saya paham apa yang terjadi. Ibu tadi adalah orangtua Tri Yatno, atlet angkat besi Indonesia yang sudah mengharumkan nama bangsa di berbagai kejuaraan dunia. Salah satu diantaranya Tri Yatno menyabet emas pada Sea Games 2007 dan Kejuaraan Dunia Angkat Besi.
“Kalau bukan karena Pak Yon, anak saya sekarang ini jadi penggembala kambing,” ibu itu menjelaskan masih dengan berlinang air mata.