“Indonesia tak ubahnya negara
kolonial, seperti dahulu belanda dan jepang menjajah.” Begitulah perkataan yang
kerap kali disuarakan oleh Anis Baswedan PH.D., dalam menghadapi kondisi negara
saat ini. Mereka beraanggapan bahwa warga Indonesia bukanlah sebagai tolak ukur
aset negara, melainkan aset adalah materi baik dari sektor kekayaan alam maupun
barang tambang yang bisa dimanfaatkan dan menjadi pundi-pundi uang. Beliau yang
sekarang masih menjabat menjadi Rektor Universitas Paramadina, dan penggagas Indonesia
Mengajar, melihat bahwa wacana fundamental ini haruslah diubah. Karena telah
terlalu lama menina bobokan masyarakat. Oleh karena itu, penting adanya
tindakan guna merekonstruksi ke wacana baru, yaitu Indonesia akan maju dengan
aset sumber daya mansianya. Bukan dari segi materi, akan tetapi memanfaatkan
kemampuan dan kelebihan yang dimiliki bagi setiap lapisan masyarakat.
Rabu, 26 Juni 2013
Syafi'i Ma'arif: Kejujuran Bernegara
Semakin panjang jalan yang dilalui kemerdekaan bangsa yang
sampai detik ini menjelang 68 tahun, semakin tersibak penyimpangan kelakuan
kolektif kita, terutama seperti yang diperagakan oleh sebagian kaum elite
Indonesia. Perasaan berdosa dan berdusta yang mengkhianati sumpah jabatan sudah
dianggap ringan tanpa beban moral sama sekali. Lihatlah di layar kaca
wajah-wajah para tersangka korupsi yang menebar senyum, tak semiang pun
terlihat tanda penyesalan.
Pertanda apa semua pertujukan hitam ini? Jawabannya tunggal:
sebagian elite bangsa ini secara moral sedang pingsan. Nurani yang pada
dasarnya jujur dan bersih sudah lama tidak difungsikan. Akal sehat pun telah
tiarap berhadapan dengan kuatnya godaan materi, seks, dan kekuasaan.
Dalil-dalil agama yang sering dikutip hanyalah topeng untuk menutupi
keserakahan terhadap kesenangan duniawi yang tak pernah merasa puas. Perilaku
semacam ini jauh lebih busuk dari kelakuan mereka yang terang-terangan tidak
menyukai agama yang mungkin dalam batas-batas tertentu masih bermoral.
Labels:
Warta Berita
Langganan:
Postingan (Atom)