Memang
uang bukanlah tujuan hidup, akan tetapi ia telah menjadi kebutuhan hidup sehari
hari. Sebab uang adalah sebagai alat tukar dan pembayaran yang sah ketika kita
menghendaki sesuatu untuk kita miliki. Dengan uang manusia dapat memenuhi
kebutuhan pribadi, masyarakat, maupun negara demi menciptakan kemajuan bersama.
Dalam bahasa Arab uang disebutkan dengan kata al mal, bisa juga berarti:
dana, aset, dan harta benda.
Melihat
urgensi uang dalam kehidupan kita penulis teringat perkataan Imam Sufyan
as-Tsauri (97-161 H) yang terkenal dengan ‘amir al mu’minin fî al-hadits--julukan
tertinggi bagi para pengkaji hadits, lebih tinggi dari pada seorang al Hakim--juga
seorang yang zuhud dan alim. Beliau mengatakan “al-Mâl fî Hadza Zaman Silâh
al-Mu’min” yang berarti, uang atau
harta benda pada zaman ini adalah senjata bagi orang mukmin. Perkataan ber-abad
abad yang lalu akan tetapi masih tetap relevan sampai saat ini. Bahkan menurut
penulis, sifatnya lebih ke kontinuitas.
Penulis
sepakat dengan Beliau yang menganalogikan uang sebagai senjata. Sebab sewaktu
waktu uang juga bisa melibas objek tertentu. Dan apakah akan menghunus ke
sasaran yang tepat ataukah tidak tentu tergantung pada si pemegangnya. Oleh
karena itu jika uang dipegang oleh orang yang beriman yang senantiasa mentaati
anjuraNya niscaya ia akan menghunus ke sasaran yang tepat. Namun apabila ia
dipegang oleh orang yang tak beriman dan
Islamnya hanya sebatas identitas maka uang itu akan menikam sasaran yang salah.
Dalam
perkataan di atas tercantum kata al Mu’min yang berarti orang beriman yakni
yakin dalam hati, berikrar dengan lisan, serta mengamalkan. Berikut terdapat
dalam firman Allah Swt. tentang anjuran dan janjiNya bagi seroang mukmin yaitu,
“Dan
orang orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah)
menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang
ma’ruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan
mereka taat pada Allah dan RasulNya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah;
sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. At Taubah 71)
Dalam
ayat di atas dijelaskan tentang bagaimana seorang mukmin seharusnya
berperilaku. Dan dengan ketentuan ketentuan di atas, tentunya akan mendukung
tertatanya tananan hidup yang lebih baik. Akan tetapi tidak sedikit seseroang
mengaku beriman tapi mengabaikan anjuranNya dan berperilaku sebaliknya, malah
mencegah yang ma’ruf dan menjalankan yang mungkar. Sepertihalnya kasus yang
menimpa pejabat tinggi negara kita, dan sebagian dari mereka adalah pemeluk
agama Islam. Tentunya ini akan menjadi citra buruk bagi agama Islam sendiri dan
negara pada umumnya. Seharsunya mereka mampu mengampu apa yang sudah
diamanahkan dengan melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya.
Al
Mal juga berarti aset, baik pribadi, kelompok maupun negara. Aset
pribadi semisal sawah, perkebunan dan barang dagang tentu bisa menjadi senjata.
Ia dapat menumpas kemiskinan dan menjadikan pemiliknya sebagai pemenang. Sebab kebutuhan pribadi dan keluarga dapat tercukupi. Perkebunan
dan sawah juga bisa menjadi milik kelompok, seperti yang terjadi di desa
penulis atas inisiatif mereka untuk usaha bersama dan bagi hasil secara merata.
Akan tetapi tidak jarang tanah dari sawah maupun perkebunan bisa di sulap
menjadi gedung gedung angkuh ketika uang dimiliki oleh pemimpin atau pemilik
yang dzolim. Akhirnya uang dan kekuasaanlah yang berbicara.
Ketika
melihat aset negara, kekayaan sumber daya alam Indonesia bagaikan surga: tanah
subur gemah ripah loh jinawi, kekayaan laut yang melimpah, belum juga kekayaan
barang tambang tembaga, perak, hingga emas dan masih banyak lagi. Ironisnya,
Indonesia yang memiliki semua itu, tapi hanya meraup sedikit keuntungan--bisa
dibilang bukan untung tapi malah rugi. Ibarat Indonesia yang menanam dan memiliki
tanaman tapi buahnya diunduh pihak asing. Coba bayangkan jika Indonesia bisa
memanfaatkan kekayaan yang dimiliki dan berdiri di atas kaki sendiri, berapa
keuntungan dan manfaat yang akan diraup? Indonesia akan menjadi negara mandiri,
masyarakat dengan mudah untuk memenuhi kebutuhasn sehari hari tanpa ada
kehidupan tumpang tindih dan tidak bergantung dengan negara lain.
Oleh karena itu dalam sebuah
kepemimpinan bagi pemeluk agama Islam diperlukan adanya orang orang yang
berkomitmen terhadap kemukminannya, patuh terhadap perintah, dan berpegang
teguh pada janji-janjiNya. Guna menjadi pemegang senjata yang handal kemudian
menjadi pemimpin dan pemenang dalam medan perang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar