Kantor Manajemen Garuda Indonesia
12 Januari 2012
Pada usianya 74 tahun, mantan Presiden RI, BJ Habibie
secara mendadak mengunjungi fasilitas Garuda Indonesia didampingi oleh putra
sulung, Ilham Habibie dan keponakannya(?), Adri Subono, juragan Java Musikindo.
Kunjungan beliau dan rombongan
disambut oleh President & CEO, Bapak Emirsyah Satar disertai seluruh
Direksi dan para VP serta Area Manager yang sedang berada di Jakarta.
Dalam kunjungan ini, diputar
video mengenai Garuda Indonesia Experience dan presentasi perjalanan kinerja
Garuda Indonesia sejak tahun 2005 hingga tahun 2015 menuju Quantum Leap.
Sebagai “balasan” pak Habibie
memutarkan video tentang penerbangan perdana N250 di landasan bandara Husein
Sastranegara, IPTN Bandung tahun 1995 (tujuh belas tahun yang lalu!).
Entah, apa pasalnya dengan
memutar video ini?
Video N250 bernama Gatotkaca
terlihat roll-out kemudian tinggal landas secara mulus di-
escort oleh satu pesawat latih
dan sebuah pesawat N235. Pesawat N250 jenis Turboprop dan teknologi glass
cockpit dengan kapasitas 50 penumpang terus mengudara di angkasa Bandung .
Dalam video tsb, tampak para
hadirin yang menyaksikan di pelataran parkir, antara lain Presiden RI Bapak
Soeharto dan ibu, Wapres RI
bapak Soedarmono, para Menteri dan para pejabat teras Indonesia serta
para teknisi IPTN. Semua bertepuk tangan dan mengumbar senyum kebanggaan atas
keberhasilan kinerja N250. Bapak Presiden kemudian berbincang melalui radio
komunikasi dengan pilot N250 yang di udara, terlihat pak Habibie mencoba
mendekatkan telinganya di headset yang dipergunakan oleh Presiden Soeharto
karena ingin ikut mendengar dengan pilot N250.
Di hadapan kami, BJ Habibie yang
berusia 74 tahun menyampaikan cerita yang lebih kurang sbb:
“Dik, anda tahu..............saya
ini lulus SMA tahun 1954!” beliau membuka pembicaraan dengan gayanya yang khas
penuh semangat dan memanggil semua hadirin dengan kata “Dik” kemudian secara
lancar beliau melanjutkan.................“Presiden Soekarno, Bapak Proklamator
RI, orator paling unggul, .......itu sebenarnya memiliki visi yang luar biasa
cemerlang! Ia adalah Penyambung Lidah Rakyat! Ia tahu persis sebagai
Insinyur.........Indonesia
dengan geografis ribuan pulau, memerlukan penguasaan Teknologi yang berwawasan
nasional yakni Teknologi Maritim dan Teknologi Dirgantara. Kala itu, tak ada
ITB dan tak ada UI. Para pelajar SMA unggulan
berbondong-bondong disekolahkan oleh Presiden Soekarno ke luar negeri untuk
menimba ilmu teknologi Maritim dan teknologi dirgantara. Saya adalah rombongan
kedua diantara ratusan pelajar SMA yang secara khusus dikirim ke berbagai
negara. Pendidikan kami di luar negeri itu bukan pendidikan kursus kilat tapi
sekolah bertahun-tahun sambil bekerja praktek. Sejak awal saya hanya tertarik
dengan ‘how to build commercial aircraft’ bagi Indonesia . Jadi sebenarnya Pak
Soeharto, Presiden RI kedua hanya melanjutkan saja program itu, beliau juga
bukan pencetus ide penerapan ‘teknologi’ berwawasan nasional di Indonesia.
Lantas kita bangun perusahaan-perusahaan strategis, ada PT PAL dan salah
satunya adalah IPTN.
Sekarang Dik,............anda
semua lihat sendiri..............N250 itu bukan pesawat asal-asalan dibikin!
Pesawat itu sudah terbang tanpa mengalami ‘Dutch Roll’ (istilah penerbangan
untuk pesawat yang ‘oleng’) berlebihan, tenologi pesawat itu sangat canggih dan
dipersiapkan untuk 30 tahun kedepan, diperlukan waktu 5 tahun untuk melengkapi
desain awal, satu-satunya pesawat turboprop di dunia yang mempergunakan
teknologi ‘Fly by Wire’ bahkan sampai hari ini. Rakyat dan negara kita ini
membutuhkan itu! Pesawat itu sudah terbang 900 jam (saya lupa persisnya 900
atau 1900 jam) dan selangkah lagi masuk program sertifikasi FAA. IPTN membangun
khusus pabrik pesawat N250 di Amerika dan Eropa untuk pasar negara-negara
itu.Namun, orang Indonesia selalu saja gemar bersikap sinis dan mengejek diri
sendiri ‘apa mungkin orang Indonesia bikin pesawat terbang?’
Tiba-tiba, Presiden memutuskan
agar IPTN ditutup dan begitu pula dengan industri strategis lainnya.
Dik tahu................di dunia
ini hanya 3 negara yang menutup industri strategisnya, satu Jerman karena
trauma dengan Nazi, lalu Cina (?) dan Indonesia.............
Sekarang, semua tenaga ahli
teknologi Indonesia terpaksa
diusir dari negeri sendiri dan mereka bertebaran di berbagai negara, khususnya
pabrik pesawat di Bazil , Canada , Amerika dan
Eropa................
Hati siapa yang tidak sakit
menyaksikan itu semua.....................?
Saya bilang ke Presiden, kasih
saya uang 500 juta Dollar dan N250 akan menjadi pesawat yang terhebat yang
mengalahkan ATR, Bombardier, Dornier, Embraer dll dan kita tak perlu tergantung
dengan negara manapun.
Tapi keputusan telah diambil dan
para karyawan IPTN yang berjumlah 16 ribu harus mengais rejeki di negeri orang
dan gilanya lagi kita yang beli pesawat negara mereka!”
Pak Habibie menghela
nafas.......................
Ini pandangan saya mengenai
cerita pak Habibie di atas;
Sekitar tahun 1995, saya
ditugaskan oleh Manager Operasi (JKTOF) kala itu, Capt. Susatyawanto untuk
masuk sebagai salah satu anggota tim Airline Working Group di IPTN dalam kaitan
produksi pesawat jet sekelas B737 yang dikenal sebagai N2130 (kapasitas 130
penumpang). Saya bersyukur, akhirnya ditunjuk sebagai Co-Chairman Preliminary
Flight Deck Design N2130 yang langsung bekerja dibawah kepala proyek N2130
adalah Ilham Habibie. Kala itu N250 sedang uji coba terus-menerus oleh
penerbang test pilot (almarhum) Erwin. Saya turut mendesain rancang-bangun
kokpit N2130 yang serba canggih berdasarkan pengetahuan teknis saat
menerbangkan McDonnel Douglas MD11. Kokpit N2130 akan menjadi mirip MD11 dan
merupakan kokpit pesawat pertama di dunia yang mempergunakan LCD pada panel
instrumen (bukan CRT sebagaimana kita lihat sekarang yang ada di pesawat
B737NG). Sebagian besar fungsi tampilan layar di kokpit juga mempergunakan
“track ball atau touch pad” sebagaimana kita lihat di laptop. N2130 juga
merupakan pesawat jet single aisle dengan head room yang sangat besar yang
memungkinkan penumpang memasuki tempat duduk tanpa perlu membungkukkan badan.
Selain high speed sub-sonic, N2130 juga sangat efisien bahan bakar karena
mempergunakan winglet, jauh sebelum winglet dipergunakan di beberapa pesawat
generasi masa kini.
Saya juga pernah menguji coba
simulator N250 yang masih prototipe pertama.................
N2130 narrow body jet engine dan
N250 twin turboprop, keduanya sangat handal dan canggih kala itu.........bahkan
hingga kini.
Lamunan saya ini, berkecamuk di
dalam kepala manakala pak Habibie bercerita soal N250, saya memiliki kekecewaan
yang yang sama dengan beliau, seandainya N2130 benar-benar
lahir.............kita tak perlu susah-susah membeli B737 atau Airbus 320.
***
Pak Habibie melanjutkan
pembicaraannya....................
“Hal yang sama terjadi pada
prototipe pesawat jet twin engines narrow body, itu saya tunjuk Ilham sebagai
Kepala Proyek N2130. Ia bukan karena anak Habibie, tapi Ilham ini memang
sekolah khusus mengenai manufakturing pesawat terbang, kalau saya sebenarnya hanya
ahli dalam bidang metalurgi pesawat terbang. Kalau saja N2130 diteruskan, kita
semua tak perlu tergantung dari Boeing dan Airbus untuk membangun jembatan
udara di Indonesia ”.
“Dik, dalam industri apapun
kuncinya itu hanya satu QCD,
? Q itu Quality, Dik, anda harus
buat segala sesuatunya berkualitas tinggi dan konsisten? C itu Cost, Dik, tekan
harga serendah mungkin agar mampu bersaing dengan produsen sejenis? D itu
Delivery, biasakan semua produksi dan outcome berkualitas tinggi dengan biaya
paling efisien dan disampaikan tepat waktu!Itu saja!”
Pak Habibie melanjutkan
penjelasan tentang QCD sbb:
“Kalau saya upamakan, Q itu
nilainya 1, C nilainya juga 1 lantas D nilainya 1 pula, jika dijumlah maka
menjadi 3. Tapi cara kerja QCD tidak begitu Dik.............organisasi itu
bekerja saling sinergi sehingga yang namanya QCD itu bisa menjadi 300 atau 3000
atau bahkan 30.000 sangat tergantung bagaimana anda semua mengerjakannya,
bekerjanya harus pakai hati Dik..................”
Tiba-tiba, pak Habibie seperti
merenung sejenak mengingat-ingat sesuatu ...........................
“Dik, ..........saya ini memulai
segala sesuatunya dari bawah, sampai saya ditunjuk menjadi Wakil Dirut
perusahaan terkemuka di Jerman dan akhirnya menjadi Presiden RI ,
itu semua bukan kejadian tiba-tiba. Selama 48 tahun saya tidak pernah
dipisahkan dengan Ainun, ...........ibu Ainun istri saya. Ia ikuti kemana saja
saya pergi dengan penuh kasih sayang dan rasa sabar. Dik, kalian barangkali
sudah biasa hidup terpisah dengan istri, you pergi dinas dan istri di rumah,
tapi tidak dengan saya. Gini ya............saya mau kasih informasi...........
Saya ini baru tahu bahwa ibu Ainun mengidap kanker hanya 3 hari sebelumnya, tak
pernah ada tanda-tanda dan tak pernah ada keluhan keluar dari
ibu........................”
Pak Habibie menghela nafas
panjang dan tampak sekali ia sangat emosional serta mengalami luka hati yang
mendalam.............................seisi ruangan hening dan turut serta larut
dalam emosi kepedihan pak Habibie, apalagi aku tanpa terasa air mata mulai
menggenang.
Dengan suara bergetar dan
setengah terisak pak Habibie melanjutkan........................
“Dik, kalian
tau.................2 minggu setelah ditinggalkan ibu............suatu hari,
saya pakai piyama tanpa alas kaki dan berjalan mondar-mandir di ruang keluarga
sendirian sambil memanggil-manggil nama ibu......... Ainun......... Ainun
................. Ainun ..............saya mencari ibu di semua sudut rumah.
Para dokter yang melihat
perkembangan saya sepeninggal ibu berpendapat ‘Habibie bisa mati dalam waktu 3
bulan jika terus begini..............’ mereka bilang ‘Kita (para dokter) harus
tolong Habibie’.
Para Dokter dari Jerman dan Indonesia
berkumpul lalu saya diberinya 3 pilihan;
1. Pertama, saya harus dirawat,
diberi obat khusus sampai saya dapat mandiri meneruskan hidup. Artinya saya ini
gila dan harus dirawat di Rumah Sakit Jiwa!2. Opsi kedua, para dokter akan
mengunjungi saya di rumah, saya harus berkonsultasi terus-menerus dengan mereka
dan saya harus mengkonsumsi obat khusus. Sama saja, artinya saya sudah gila dan
harus diawasi terus...............3. Opsi ketiga, saya disuruh mereka untuk
menuliskan apa saja mengenai Ainun, anggaplah saya bercerita dengan Ainun
seolah ibu masih hidup.
Saya pilih opsi yang
ketiga............................”
Tiba-tiba, pak Habibie seperti
teringat sesuatu (kita yang biasa mendengarkan beliau juga pasti maklum bahwa gaya bicara pak Habibie
seperti meloncat kesana-kemari dan kadang terputus karena proses berpikir
beliau sepertinya lebih cepat dibandingkan kecepatan berbicara dalam
menyampaikan sesuatu) ...................... ia melanjutkan pembicaraannya;
“Dik, hari ini persis 600 hari
saya ditinggal Ainun..............dan hari ini persis 597 hari Garuda Indonesia
menjemput dan memulangkan ibu Ainun dari Jerman ke tanah air
Indonesia.............
Saya tidak mau menyampaikan
ucapan terima kasih melalui surat .............
saya menunggu hari baik, berminggu-minggu dan berbulan-bulan untuk mencari
momen yang tepat guna menyampaikan isi hati saya. Hari ini didampingi anak saya
Ilham dan keponakan saya, Adri maka saya, Habibie atas nama seluruh keluarga
besar Habibie mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya, kalian, Garuda
Indonesia telah mengirimkan sebuah Boeing B747-400 untuk menjemput kami di
Jerman dan memulangkan ibu Ainun ke tanah air bahkan memakamkannya di Taman
Makam Pahlawan. Sungguh suatu kehormatan besar bagi kami sekeluarga. Sekali
lagi, saya mengucapkan terima kasih atas bantuan Garuda Indonesia ”
Seluruh hadirin terhenyak dan
saya tak kuasa lagi membendung air mata..............................
Setelah jeda beberapa waktu, pak
Habibie melanjutkan pembicaraannya;
“Dik, sebegitu banyak ungkapan
isi hati kepada Ainun, lalu beberapa kerabat menyarankan agar semua tulisan
saya dibukukan saja, dan saya menyetujui.....................
Buku itu sebenarnya bercerita
tentang jalinan kasih antara dua anak manusia. Tak ada unsur kesukuan, agama,
atau ras tertentu. Isi buku ini sangat universal, dengan muatan budaya nasional
Indonesia .
Sekarang buku ini atas permintaan banyak orang telah diterjemahkan ke beberapa
bahasa, antara lain Inggris, Arab, Jepang..... (saya lupa persisnya, namun pak
Habibie menyebut 4 atau 5 bahasa asing).Sayangnya buku ini hanya dijual di satu
toko buku (pak Habibie menyebut nama satu toko buku besar), sudah dicetak
75.000 eksemplar dan langsung habis. Banyak orang yang ingin membaca buku ini
tapi tak tahu dimana belinya. Beberapa orang di daerah di luar kota
besar di Indonesia juga
mengeluhkan dimana bisa beli buku ini di kota
mereka.
Dik, asal you
tahu............semua uang hasil penjualan buku ini tak satu rupiahpun untuk
memperkaya Habibie atau keluarga Habibie. Semua uang hasil penjualan buku ini
dimasukkan ke rekening Yayasan yang dibentuk oleh saya dan ibu Ainun untuk
menyantuni orang cacat, salah satunya adalah para penyandang tuna netra.
Kasihan mereka ini sesungguhnya bisa bekerja dengan nyaman jika bisa melihat.
Saya berikan diskon 30% bagi
pembeli buku yang jumlah besar bahkan saya tambahkan lagi diskon 10% bagi
mereka karena saya tahu, mereka membeli banyak buku pasti untuk dijual kembali
ke yang lain.
Sekali lagi, buku ini kisah kasih
universal anak manusia dari sejak tidak punya apa-apa sampai menjadi Presiden
Republik Indonesia
dan Ibu Negara. Isinya sangat inspiratif...................”
(pada kesempatan ini pak Habibie
meminta sesuatu dari Garuda Indonesia
namun tidak saya tuliskan di sini mengingat hal ini masalah kedinasan).
Saya menuliskan kembali pertemuan
pak BJ Habibie dengan jajaran Garuda Indonesia karena banyak kisah
inspiratif dari obrolan tersebut yang barangkali berguna bagi siapapun yang
tidak sempat menghadiri pertemuan tsb. Sekaligus mohon maaf jika ada kekurangan
penulisan disana-sini karena tulisan ini disusun berdasarkan ingatan tanpa
catatan maupun rekaman apapun.
Salam,
Capt. Novianto Herupratomo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar