Pagi
yang sedkit berkabut, dingin yang semakin menusuk, maklum bulan ini tepatnya
yaitu November 2011 sudah memasuki datangnya musim dingin. Keluar rumah pagi
pagi menggigil kedinginan, untuk registrasi di sebuah lembaga zakat, demi mengais
sekeping uang untuk perbulan. Saya berangkat dengan niat dan tawakal, karena
mengingat perjalanan ini lumayan jauh, di tambah lagi berjubelnya kendaraan
roda “berempat” dan kondisi lalulintas yang tidak beraturan bikin jalan super
macet, melelahkan dan membosankan, tapi apa arti demi. Ahirnya, setelah
menempuh dua jam setengah perjalanan, sampai juga di tujuan, kemudian
registrasi dan langsung bergegas pulang, karena sebenarnya waktu habis di
perjalanan.
Ternyata
kali ini keberuntungan memihakku dalam perjalanan pulang di dalam sbuah bus. Teringat
kata kata orang, yang katanya “wanita mesir itu cantik catik, ibarat ketika ada
lima wanita mesir sedang jalan bersamaan, tidak usah pilah pilih mana yang
cantik”. Ternyata hari ini aku membuktikan, betapa cantik, kulit putih, dan
kebetulan dia tidak berkerudung, rambutnya yang terhelai lurus tertata rapi
sampai pundak, Dia adalah wanita mesir yang baru saja masuk bus. Sungguh tidak aku
sangka dia mendekat ke arahku dan memilih duduk di sampingku yang kebetulan
belum terisi, padahal kekosongan itu masih mengisi bangku yang banyak. Sungguh
kali ini bidadari mengisi siang bolong yang melelahkan.
Ya
ya ya, berdebar kencang jantung ini, tegang ketika dia hendak duduk. Tapi ini
sungguh beruntung, Ha ha ha, dalam hatiku tertawa senang, padahal ini hanya
bersanding. Tidak apalah ini cukup, bahkan lebih untuk menghibur di suasana
kemacetan jalan kota kairo. Ternyata, gantungan tasku terduduki wanita itu,
saat gugup ini kupaksa untuk bersapa.
Ooh
I’m sorry “jawab dia dengan bahasa inggris, sambil
bertatap dengan senyum lembutnya, yang masih melekat di benak”
Kemudian
lama berjalan, yah apa boleh kata, ternyata kata ini tidak sanggup bersua, kemudian
aku terdiam seribu aksara, canggung bersapa, ahirnya cukup dengan mengaguminya
saja. Tapi ada yang membuatku heran, kenapa dia milih di samping tempat
dudukku, padahal masih banyak yang kosong, terntunya ini membuatku besar kepala
(GR.com). Ahirnya tidak terasa tiba tiba sampai juga di jalan dekat rumah,
yaitu kawasan Bawabat 3 (nama daerah di bagian Nasr City, Kairo), mungkin ini
juga terbawa pesona turunan Cleopatra, hingga senang itu menutupi bosan.
Aku
berjalan menuju apartemen berdebu tebal, tapi kamarku cukup menjadi istana
dibalik itu semua. Rumahku yang terletak di lantai 3, tidak apalah cukup
menambah olahraga, naik dengan wajah muram karena lelah.
Tiga
hari kemudian, pagi pagi udara yang berkabut dingin, di teras rumah dengan
secangkir kopi menemani sembari melihat suasana pagi lokasi sekitar, ketika
orang orang bergegas beraktifitas. Tidak lama berselang ada seseorang yang
melela. Heeeem, mulutku bergeming, dan membuat mata menganga, karena kehadiran
sosok wanita anggun yang muncul dari apartemen sebelah yang berhadapan, tepatnya
juga di teras lantai tiga, tapi tidak lama kemudian kembali masuk, karena kaget
tersipu malu.
Ternyata,
hingga siang, sore, dan malam sosoknya selalu
terlukis di setiap pikiran. Aku juga tidak tahu mengapa, wanita mesir itu
selalu menyapa hari hari ini, sepulanganku dari lembaga zakat tiga hari yang
lalu, duduk bersampingan, dan hari ini sosok yang lain menyapa. Apakah itu
banyangan untuk masa depan “sentilan dalam lamunan malam kosong”.
Pagi
harinya aku mencoba untuk keberuntungan kembali di teras rumah, tigapuluh
menit, dan satu jam telah lewat, ternyata hanya fatamorgana saja yang muncul.
Muka kecewa kembali masuk ke dalam rumah, yah semoga esok yang anggun itu
kembali lagi menyapa“sedikit motifasi diri”.
Tanpa
rasa asa, ingin membuktikan bahwa fatamorgana itu menjadi nyata, seperti biasa
pagi hari, di genggamanku secangkir kopi setia menemani. Aku terkejut, ternyata
dia benar benar datang, kali ini datang dengan
senyuman tergores lebih lebar tanpa mengurangi keanggunannya, “SubhanaAllah,
berkali kali aku sebut dalam hati”, karena ini bukan lagi seribu kata terdiam,
tapi akupun terbuat cengang kaku, sungguh ini responsi lampu hijau
“berperasangka positif, dengan sedikit mengebu gebu”. Mengingat jarang sekali,
wanita mesir khususnya yang muda muda berumbar senyum.
Dia
di teras begitu lama tanpa respon yang negatif maupun sikap sinis, tidak
seperti pertama kali terlihat yang begitu tersipu malu. Kemudian aku berfikir
untuk beranikan diri selangkah lebih dekat, aku letakkan secangkir kopi di
meja, dan ternyata ada secarik kertas dan pena di meja itu, tanpa ragu aku
sobek kertas itu, dan aku tuliskan.
Lau
samaht, ma’lsy mumkin kida ana biqillah adab.
(permisi dan maaf kalau ini tidak sopan).
Min
awil sobah imbarih la-itik, hatta alyoum, inti ma'aya tuuli nahar. (Dari awal pagi itu, hingga saat ini selalu ada kamu)
Ba'da
idznik, mumkin 'arafik, (Bolehkah Aku
kenal Kamu)
Mas
muki al karimah..? (Siapa
namamu…?)
Wasmi,
Salman (Namaku sendiri Salman)
Aku
lempar kertas itu, kemudian dia juga langsung membalas. Sungguh bahagia aku
hari ini,terimakasih Tuhan, semoga ini awal yang baik. Dia membalas, dengan
jawabannya.
Wana
bardoh, hasistu zayyaka, musy ‘arif leh, inta ma’aya tuuli nahar. (Saya juga merasakan seperti it, tidak tahu kenapa, Kamu selalu
ada)
Ismi, Yara (Namaku Yara)
Yara
Maisara, da Facebook bita’i (Yara
Maisara, ini Facebook ku)
Syukron
(Terimakasih)
Mengagetkan
memang, dengan jawabannya yang sangat sangat tidak aku duga.
Tiga
bulan kemudian, bermula dari percakapan pagi
itu, sampai entah tukeran nomer handphone, email, hingga ketemuan. Kami saling
ngobrol ngalor ngidul, dan Alhamdulillah obrolan itu selalu ada tanda tanya dan
jawab, tanda seru, terkadang juga tanda petik yang penuh tanda tanya. Setelah tiga
bulan, di isi dengan intensitas bertemu semakin banyak dan semakin dekat
hubungan emosional kita yang tidak emosi, kemudian berlanjut mendewasakan kita
untuk tidak mendodai cinta kemudian berlanjut ke jenjang yang halal. Memang
Tuhan Maha Mendengar, ternyata orang tua dari Yara juga mendengar dan melihat
gera gerik kami, dan tidak ada responsi negatif malahan lampu hijau menyala
nyala. Akupun segera kontak keluarga yang berada di negeri permai nan hijau
Indonesia, dan setelah tanya kesana kemari, memang agak ribet dan proses yang
melelahkan untuk menjelasakan, tapi Alhamdulillah orang tuaku bukan bertepuk
sebelah tangan dan berbalik punggung, melanikan jawaban yang dewasa dan tabah.
Ahirnya cincin emas segera mengikat kami, dan ternyata” jodohku dari bilik
teras”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar