Kedatangan salah satu Ulama Al-Azhar ahli Ushul Fiqh Prof.
Dr. Ahmed Mahmod Karimah dimanfaatkan benar oleh Fak. Dirasat Islamiyyah (FDI)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam kunjungan beliau sebagai delegasi
Al-Azhar atas undangan Kementerian Agama RI untuk menghadiri Simposium
Internasional II tentang Madrasah in The Global Context, sebagai salah satu
pembicara utama, beliau masih menyempatkan waktunya yang sangat singkat di
Jakarta untuk memberikan kuliah umum di FDI UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dalam acara yang diselenggarakan oleh FDI pada hari Rabu, 4
September 2013 tersebut, beliau membuka pemaparannya dengan menyampaikan betapa
pentingnya ilmu dan ahli ilmu memiliki
derajat yang sangat tinggi. Dilanjutkan kemudian dengan pemaparan terkait perbedaan
dan pertentangan pendapat madzhab yang terjadi di antara ulama fikih.
Dalam presentasinya beliau menekankan pentingnya saling
menghargai dan tetap menghormati pendapat yang berbeda. Karena sebenarnya
perbedaan tersebut tidak dalam level dasar prinsip (syariah), melainkan sebatas
furu’ (fikih). Dan tidak diperkenankan pula mengkultuskan satu madzhab dari
yang lainnya, karena semua pendapat tersebut berangkat dari upaya ijtihad para
ulama. Oleh karenanya tidak pula diperkenankan bagi kita untuk membenarkan satu
dari madzhab lainnya, karena setiap itjihad dapat mengandung kebenaran dan
kesalahan, dan hanya Allah yang mengetahui kebenaran yang mutlak.
Beliau mengambil contoh yang sangat mulai dari Imam Syafi’I
RA, saat berkunjung ke Iraq dan menjadi imam sholat Subuh di masjid di mana
Imam Hanifah dimakamkan di dalam masjid tersebut beliau tidak membaca doa
qunut. Saat ditanya oleh jamaah mengapa beliau tidak membaca doa qunut, beliau
menjawab “saya malu karena hormat untuk membaca doa qunut di hadapan Imam Abu
Hanifah”. Betapa indah tata krama dan kemuliaan akhlak Imam Syafi’I kepada
gurunya yang telah tiada sekalipun. Demikianlah seharusnya umat Islam dan para
pemimpin golongan saat ini harus berakhlak dan berprilaku.
Disampaikan pula oleh Prof. Dr. Ahmed Mahmod Karimah pada
kuliah umum yang dihadiri lebih dari 70 mahasiswa dan peserta umum ini tentang
pentingnya memahami konteks dan tujuan (nash) teks di atas teks itu sendiri,
agar umat Islam tidak terjebak pada penyempinan makna dan maksud. Beliau memberikan
contoh hadits yang melarang gambar dan lukisan, menurut beliau yang dimaksud
dengan shuroh dalam bahasa Arab hadis tersebut adalah berhala yang disembah.
Jadi bukan gambar, foto dan lukisan yang dimaksudkan, karena konteks hadits
tersebut jelas disampaikan Nabi saat kamera sendiri belum ada pada masa itu.
Beliau menegaskan bahwa pertentangan yang berkembang adalah dikarenakan
sebagian kelompok dan golongan Muslim tidak memahami benar kaidah ushul fiqh,
di mana setiap perintah Allah mengandung hikmah dan setiap larangan-Nya pasti
karena ada sebab (illat).
Dalam kesempatan ini pula beliau mengingatkan bahaya dakwah
dan penyebaran ajaran Islam saat ini yang dilakukan oleh para dai dan
penceramah yang tidak benar-benar mengerti tentang Islam, mereka tidak
mendalami secara utuh maksud dan tujuan teks panduannya, baik Al-Qur’an maupun
Hadits Nabi, dan yang lebih bahaya lagi menurut beliau, para dai yang mengisi
mimbar-mimbar masjid dan mengajarkan Islam kepada umat saat itu tidak memiliki
perangkat untuk memahami syariah yaitu pemahaman yang benar dan mendalam
terhadap dasar, tujuan dan sumber syariah (al-ushul wa almaqoshid wal
al-mashodir alsyariah).
Para dai yang bertanggungjawab penuh terhadap umat harus
benar-benar mengerti seluruh hadits Nabi, fatwa sahabat, mengerti makna bahasa
Arab yang digunakan dalam setiap sumber, baik secara definitif maupun
penjabaran. Di akhir pemaparannya beliau menegaskan kembali pentingnya
menerapkan Fikih Realitas (fiqh al-waqi’), Fikih Prioritas (fiqh al-Aulawiyaat)
sebagai solusi kehidupan yang damai dan saling menghargai.
Sumber: Waag-Azhar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar